Monday, January 4, 2010

Cara Melepas

Akhirnya…

Saya tulis juga ya tulisan yang satu ini. Sudah ditagih sama satu orang dan rasanya orang itu sudah ngambek karena gak saya tulis-tulis juga hahaha… Mohon maaf ya :-D Saya hanya baru bisa menulis setelah data-datanya lengkap dan hati ini tergerak. Jujur aja sekarang saya juga masih bingung mau nulis apa. Saking banyaknya yang mau saya sharingkan. Baiklah, semoga tulisan ini menulis sendiri bagi kita semua ya ^_^

Bagian yang paling sulit dalam melepas… adalah melepaskan diri sendiri ^_^

Hoh?

Baiklah, sebelum masuk ke tema di atas. Saya mau cerita sedikit ya. Alkisah di jaman dahulu… Errrr terlalu jadul openingnya, ganti dulu ya hehehe…

Adalah hal yang wajar orang ingin menikmati jerih payahnya sendiri  Maka, saat ada rejeki lebih, saya membeli sepatu yang bagus di mal yang isinya memang banyak toko yang menjual barang-barang dengan kualitas baik dan ternama. Saya ingat bahwa dulu sekali, jaman saya masih kecil. Saya seringkali dipaksa memakai sepatu yang kesempitan karena kaki saya lebih besar dari kebanyakan orang dan mencari ukuran sepatu saya dalam merek lokal itu susah. Akibatnya jari kaki saya banyak yang kurang lurus karena sering ketekan sepatu hahaha…

Jadi, saya sayang-sayang banget sama sepatu ini. Bayangin aja, udah nol nya 6 biji harganya wakakaka Meski cuma untuk diinjak, setidaknya sepatu ini bikin saya enjoy kalau jalan lama dan tetap merasa nyaman dan segar karena peredaran darah lancer. Apalagi kualitasnya memang OK dan enak dipakai. Jadilah sepatu ini hampir setiap kali menemani saya. Di ruang terapi, di mal, di jalanan.

Wah senangnya….

Sampai....hilang lah sepatu ini semenjak saya pakai baru beberapa bulan! Dicuri tepat dari balik pintu kamar kos saya. Yang saya kira aman karena penghuninya anak-anak sekolah mode yang kebetulan dekat sama tempat kos saya (asumsi: anak sekolah mode mampu bayar kos harga segitu masa nyolong? <- asumsi yang terbukti salah. Belum tentu pula yang nyolong penghuni kos kan hahaha… Itulah mengapa saya menulis bahwa kita seringkali tertipu pikiran kita sendiri karena kemampuan memroses data yang gak lengkap.)

Wah sedihnya….

Begitulah hidup terkadang ya :p Jujur saya dongkol luar biasa. Saya jarang membeli sesuatu yang special, apalagi cuma sepatu. Karena, saya tipe orang yang praktis. Gw butuh gw beli, enggak ya bodo amat. Ngapain mahal-mahal, gitu. Eeh sekali-kalinya udah suka banget, ilang! Biasa deh, sindrom kesel, dumel2 marah bahkan sampai tanya sama Tuhan juga saya lakukan (waktu senang pas beli lupa bilang terima kasih sama Tuhan, pas sepatunya ilang, tanya….bener-bener deh hahaha)

Tapi… itu adalah langkah yang tepat 

Saat saya diam dalam rileksasi mental saya. Masuk ke dalam benak dan relung hati saya sendiri. Setelah sebelumnya berkutat dengan banyak pikiran dan analisa yang malah membuat saya makin dongkol. Akhirnya hati saya menjawab demikian:

Momo, selama kamu pakai sepatu itu, apakah kamu puas?

Puas dong!


Apakah pernah sekali saja sepatu itu mengecewakanmu?

Enggak!


Apakah pantas segala kenikmatan yang kaudapatkan dengan harganya?

Puas.


Apakah setelah segala kebaikan di atas kau dapatkan, dan sekarang masa pakai sepatu itu habis untukmu, kamu berhak marah?

……..


Speechless. Saya langsung berhenti marah, kesal dan kecewa.


Memang saat ini sepatu itu tidak ada lagi  Bahkan saya belum beli gantinya karena harganya mesti buat saya mikir kalau mau beli lagi wakaka :p Tetapi saya sadar. Saat bersama saya. Tidak pernah sekalipun saya dikecawakan olehnya. Saat-saat menyenangkan saya menggunakannya, saya sangat menikmatinya. Tidakkah hal ini layak disyukuri? Dan bukankah momen ini, bisa terulang kembali?

Ya!

Seperti kata Mr. Gobind Vashdev saat menjadi pembicara gathering di Yayasan Mitra Netra. Kita sesungguhnya tidak pernah kehilangan apa pun. Saat sesuatu hilang dari kita. Maka, akan terbuka ruang dan waktu bagi yang lain. Saya memang belum lagi beli sepatu kulit yang bagus itu. Namun, saya jadi bisa beli sepatu lain yang berbahan sol karet dan mereknya sangat popular saat ini karena begitu enak dipakai. Sepatu ini bisa saya pakai naik gunung, lari-lari dan juga bahkan untuk kencan santai di mal hahaha… Harganya hanya separuh sepatu yang hilang namun fungsinya dua kali lipat. Dimana saya gak bakalan beli kalau sepatu saya yang sebelumnya masih ada (Ingat kan bahwa saya orang yang praktis?).

Dan seperti halnya melepaskan perasaan terhadap sepatu. Begitu pula caranya melepas perasaan terhadap orang lain. Termasuk… orang yang kita cintai  Perlu saya cerita lagi? Ga perlu ya. Tinggal ganti sepatunya sama nama orang yang ingin Anda lepaskan hahaha…

Namun hal yang paling sulit adalah: melepaskan diri sendiri.

Ok, anggaplah Anda mengerti maksud dari cerita di atas. Tetapi… ih…kok harus gw sih yang ngalah, kan dia yang salah!!! Hahaha… ada pikiran gitu?  Hmmm wajar. Saya tidak akan bicara soal memaafkan atau pengampunan atau apa pun. Itu sudah pernah ditulis oleh Pak Adi, Pak Aries maupun guru-guru sepuh lainnya. Saya akan bertanya kepada diri Anda:

1. Jika memang diri Anda yang saat ini mungkin begitu sedih, marah, kecewa juga tidak bahagia, dll. Mengapakah Anda masih saja mau mempertahankannya?


2. Tidakah Anda tahu? Selama Anda kekeuh mempertahankan kondisi saat ini. TIDAK AKAN PERNAH ADA ruang bagi hal yang berbeda untuk SAAT INI termasuk kebahagiaan?


“Iya, tapi kan susah!!!!” Ya iya lah, kalau gampang, semua orang sudah tercerahkan dan jadi suci :p

Tapi, apakah bisa dilatih? BISA! Coba jawab deh tiga pertanyaan di bawah ini:

Apakah Anda MAU berbahagia dan sukses?

Apakah Anda BISA berbahagia dan sukses?

Apakah diri Anda yang saat ini LAYAK untuk berbahagia dan sukses mendapatkan impian Anda?


Salah satu jawaban tidak lolos. Artinya Anda harus melepaskan diri Anda dengan segala pikiran dan pembenarannya saat ini dan mulai belajar menjadi diri Anda yang sesuai keinginan Anda. Kalau tiga pertanyaan di atas Anda lolos semua, SELAMAT! Anda pasti sudah sukses lahir-batin sesuai dengan kemauan Anda apa pun kondisinya 

Rudi "Momo" Muliyono, C.Ht. - QHI
Certified - Client Centered Counselor& Mind Therapist
http://rudi-muliyono.blogspot.com

No comments:

Post a Comment