Thursday, June 11, 2009

TULUS!

Apa sih artinya tulus?

Salah satu kakak saya di milis ini yang paling sering sebut-sebut soal ini juga. Namun, saya sama sekali gak ngerti. Apa sih yang dimaksud dengan tulus? Memberi tanpa pamrih? Ini juga saya ga ngerti. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan tanpa pamrih? Apa dengan memberi terus merasa bahagia itu sama dengan tanpa pamrih? Kalau orang memberi untuk merasakan kebahagiaan artinya berpamrih dong hahaha… Eeh, lupa, saya kan bukan tipa A ya, saya tipe B :p Karena di sekeliling saya 95% orang tipenya pemikir dan analitis serta banyak yang juga lebih suka mikir daripada aksi. Saya kadang kebawa juga deh, maklum, tipe B, gampang terpengaruh. Saya jadi suka bingung dengan definisi dan makna kata bagi setiap orang.

BODO AH!

Pada satu titik, saya merasa jenuh dengan semua ini. Ada juga yang sering bilangin saya, “Be yourself!” Ini juga ngaco sih sebenarnya menurut saya. Jadi diri saya yang mana sih yang sebenarnya menurut dia itu saya perlu menjadi demikian hahaha… Yah, sekali lagi, itu kan soal persepsi dan pikiran aja ya. Gak perlu dibikin jadi repot deh, kalau buat saya ^_^

Saat saya merenung, saya sempat heran, mengapa saya kok masih juga terperangkap dalam pola yang sama ya? Sukses dengan gemilang, prestasi naik cepat, banyak yang bilang saya hebat. Namun, mengapa setiap kali saya ingin “naik” lagi. Segala masalah selalu muncul lagi dan sepertinya ingin membawa saya kembali ke keadaan semula. Comfort Zone!

Ini sudah sering dibahas di milis ini. Ada istilah homeostasis, UP and DOWN, dan lain-lain. Ada yang ngajari supaya pasrah, bersyukur. Pertanyaannya, apakah pengertian pasrah dan bersyukur itu sama bagi setiap orang. Dan jika salah satu pengertian itu bisa dipahami dan cocok buat satu orang, apakah sudah pasti cocok sama orang lain? Mencerna makna dan rasa dari suatu pikiran/perasaan, sungguh butuh ketekunan dan kemauan untuk belajar.

Saya tiba-tiba mengingat kembali saat saya sungguh dikatakan sukses dan merasa demikian. Saat saya bisa menjadi seorang top producer di sebuah perusahaan asuransi, saat saya bisa membangkitkan kembali cabang sebuah kursus memasak dan bikin roti yang omzetnya terpuruk dalam waktu tiga minggu. Saat saya bisa membantu klien saya bebas dari masalah yang menderanya selama belasan tahun dalam satu sesi terapi. Apa ya? Apakah yang membuat saya sukses saat itu?

ALL OUT! Itu jawabnya, saya mengingat saya bekerja hanya demi KEPUASAN PRIBADI. Hati-hati mencerna pengertian dari kalimat ini ya  Terima kasih kepada Pak Sjam yang telah membantu saya lebih memahami dengan oborolan kami di telepon. Saya jadi mengerti, saat saya merasa TIDAK PUAS atas apa yang saya kerjakan, menghasilkan banyak uang pun, rasanya hambar. Dan untuk mengisi kehambaran ini, saya mulai ngawur membelanjakann uang atau mulai bersikap ingin dihargai karena ketidakpuasan tersebut. Saya jadi ingat bahwa setiap kali saya sukses, TANPA DISADARI saya justru sama sekali tidak berharap sukses atau punya target tertentu. TENTU, tentu saya punya impian jadi orang kaya. Namun, mindset saya saat bekerja yang membuahkan keberhasilan itu adalah TIDAK untuk dihargai orang, TIDAK untuk dapat hasil maksimal, TIDAK juga untuk dipuji orang dan BULLSHIT kalau mau dibilang untuk membantu orang atau berbuat baik. Saya hanya melakukannya demi KEPUASAN PRIBADI. Ini mungkin ironi atau kontradiksi ya  Mari kita puaskan orang yang bertipe A. Saat saya merenung itu, saya jadi sadar. Bahwa saat2 saya TIDAK sadar bekerja all out itu adalah saat saya hanya ingin mengerjakan segala sesuatu itu semaksimal saya. Segala daya yang ada dalam diri saya selama belum dikeluarkan saya TIDAK MAU BERHENTI. Dan saat saya sudah selesai mengerjakan pekerjaan saya hari itu habis-habisan, meski lelah, saya merasa senang dan bahagia luar biasa. Gak peduli apakah hasilnya sudah kelihatan apa belum atau gimana. Saat saya menjalankan prosesnya dengan ALL OUT. Itulah yang tanpa saya minta orang bilang BAIK dan jujur saya sudah gak peduli lagi pada pujian atau penghargaan karena saya secara pribadi sudah merasa PUAS. Karena saya sudah merasa PUAS dan BAHAGIA, saya jadi gak butuh stimulasi dari luar seperti entertainment yang berlebihan atau uang dihabisin buat beli yang gak butuh cuma untuk memuaskan hasrat saja. Saya hanya merasa, CUKUP! Semuanya sudah cukup bagi saya. Segala yang saya dapatkan adalah bonus PLUS yang menambahkan kebahagiaan saya. Bukan bonus yang sudah minus duluan karena pekerjaan yang dilakukan dengan setengah hati. Terus, ada yang bilang, “Itu namanya TULUS, Pak Rudi”

AH, se bodo teuing. Yang penting saya puas. Dan jika karena kepuasan saya bekerja ALL OUT mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Saya juga gak ambil peduli tuh :p Itu sih udah jadi bagian mereka lah. Mungkin saja makna tulus bagi saya adalah; Saya tulus jika saya bekerja dengan PUAS HATI. Dan, saya puas hati jika sudah bekerja all out” Ini menyebabkan saya, kalau ambil contoh kasus terapi, TIDAK MAU berhenti menggali masalah dalam diri klien sampai TUNTAS dan setelah cek dan ricek berulang kali dan kadang sampai sepuluh kali saya cek lagi dan klien benar-benar YAKIN dia sudah enak dan masalahnya sudah gak terasa, baru saya PUAS dan membawa klien keluar dari sesi rileksasi. Pak Rudi, itu apa gak self-centered therapist namanya? Yah, kalau dengan menjadi self-centered therapist yang mengejar kepuasan pribadi saat menerapi hingga berbuah terapi yang all out hingga kliennya sembuh dengan habis2an juga, gpp lah :p Gitu jawab saya hihihi…

Rudi Muliyono, C.Ht. - Quantum Hypnosis Indonesia
Client Centered Hypnotherapist

www.rudi-muliyono.blogspot.com

No comments:

Post a Comment